oke..sekarang aku sudah jadi mahasiswi kedokteran hewan nih...sekarang blogku ku ubah agak science dikit ya..haha
sekarang aku mau ulas tentang MMA, kenapa?
penyakit ini sangat penting diketahui, terutama untuk peternak babi karena ini penyakit yang sering banget muncul pada babi, oke cekidot !!!
ini aku dapat dari beberapa referensi dan penjelasan dosen di fakultasku (FKH UGM)
Mastitis merupakan
keradangan yang terjadi pada ambing, metritis adalah radang pada myometrium
sedangkan agalactia adalah tidak keluarnya air susu dari ambing atau kelenjar
mamae.
MMA merupakan sindrom
penyakit yang menghasilkan kematian anak babi akibat kelaparan dan peningkatan
kerentanan terhadap penyakit saat lahir.
Mastritis,
metritis dan agalactia (MAA) adalah sindrom yang kompleks dari etiologi yang
terjadi pada 1-3 hari setelah Induk babi melahirkan. Induk babi
dipengaruhi oleh faktor predisposisi, yaitu kebersihan yang buruk saat
melahirkan, kelebihan berat badan dan pemberian pakan sesaat sebelum melahirkan
(Wiliamson,1993).
E.
coli dan Klebsiella pneumoniae adalah patogen utama yang menyebabkan mastitis
infeksius. Streptococcus spp. dan Staphylococcus spp. juga telah diisolasi,
tetapi seringkali juga dapat diisolasi dari kelenjar yang sehat tanpa perubahan
patologis. Pelepasan prolaktin dan oksitosin dapat dihentikan oleh stressor dan
toksin bakteri seperti E. coli (Radostits, et al., 2006).
Faktor
stress yang berupa puasa sebelum melahirkan, hingga terjadi penurunan kadar
glukosa darah secara signifkan juga mendorong terjadinya agalaktia. Stress yang
berupa pemberian pakan berlebihan, hingga kekenyangan, dan bentuk pakan yang
terlalu halus juga merupakan faktor predisposisi agalaktia (Subronto, 2004).
Faktor
keturunan juga berperan dalam kejadian agalaktia. Ada hubungan dengan sifat
individual babi yang rentan stress (stress-susceptible) dan tahan stress
(stress-resistant) (Subronto, 2004).
terus gimana ya kok penyakit ini bisa terjadi ?
Ada
banyak penyebab dari MMA, yang menyulitkan diagnosis dan evaluasi klinis.
Bentuk klasik dianggap sebagai bagian dari kompleks MMA, PPDS bukan
sebagai patologi yang lebih luas. Dengan demikian, MMA pada dasarnya adalah
sebuah subtipe dari PPDS, mungkin yang paling parah gejala klinisnya tetapi
juga yang paling umum terjadi. Infeksi pada kelenjar susu yang lebih sering
sekunder, dan banyak mikroorganisme telah diidentifikasi, termasuk Escherichia
coli, Klebsiella spp, spp Enterobacter, Citrobacter spp, Staphylococcus spp
(misalnya, S epidermidis), dan Pseudomonas aeruginosa. Semua mikroorganisme
tersebut umum ada tersebar di lingkungan (Aiello, 1998).
Bukti
menunjukkan bahwa lipopolisakarida (LPS) endotoksin, bagian dari dinding sel
bakteri semua negatif-gram, berperan dalam timbulnya kasus. Endotoksin bakteri
dapat diserap oleh rahim (misalnya, endometritis atau metritis), kelenjar susu
(misalnya, mastitis multiglandular akut), atau usus (misalnya, konstipasi
sebagai akibat dari pakan babi yang diletakkan di tanah dapat mengakibatkan
pertumbuhan berlebih bakteri dan berikutnya penyerapan endotoksin oleh usus)
dan menyebabkan endotoxemia. Identifikasi sumber endotoksin bakteri sangat
penting untuk menentukan pendekatan yang terbaik untuk pencegahan (Aiello,
1998).
Sekresi
kolostrum ditentukan oleh keseimbangan hormon yang kompleks. Endotoksin LPS
menekan pelepasan prolaktin (hormon utama yang terlibat dalam inisiasi laktasi)
oleh hipofisis anterior, penurunan hormon tiroid dalam darah, dan meningkatkan
konsentrasi kortisol. Perubahan ini mempengaruhi produksi dan sekresi kolostrum
dan susu. Padahal, kolostrum adalah sama pentingnya untuk konten energi dan
untuk imunoglobulin. Setiap penurunan jumlah kolostrum yang dikonsumsi akan
mengakibatkan konsekuensi untuk babinya seperti diare, kelaparan, dan
pertumbuhan yang buruk. Penyebab lain hypogalactia umum yang harus
dipertimbangkan adalah mastitis multiglandular akut, ambing dan kelainan
puting, hypocalcemia (jarang pada babi), dan akut (agalactia) atau kronis
(hypogalactia) ergotism (jarang dalam prakteknya). Turunan ergot menekan
pelepasan prolaktin. Faktor risiko adalah babi yang stres dan dengan kondisi
yang mengarah pada multiplikasi bakteri dan endotoxemia berikutnya, faktor
tersebut banyak dan dihubungkan dengan entitas yang berbeda (misalnya,
cystitis, metritis, vaginitis, konstipasi, mastitis, dll) (Aiello, 1998).
Faktor
dari stress sendiri pada induk babi yang mungkin disebabkan karena kandang babi
yang memiliki suhu yang tidak sesuai dan disebabkan keadaan kandang yang tidak
nyaman menyebabkan terjadinya keluarnya hormon cortisol dan epinephrin sehingga
hormon tersebut akan memblokade kerja dari oxytocin. Terjadinya MMA sendiri
dapat terjadi secara bersama – sama dikarenakan adanya Septicemia yang bisa
dikarenakan dari mastitis atau mastitis sehingga terjadilah sindrom MMA
(Cowart, 1995).
Sekarang ini nih yang perlu diperhatikan oleh peternak babi, yaitu gejala gimana nih ?
- depresi,
gelisah ketika sedang menyusui dan melemahnya kondisi anak babi
-
demam pada induk babi 39,5-41°C
- agalaktia
(tidak keluarnya air susu) muncul saat partus atau dalam waktu 72 jam postpartus
-
terkadang terlihat adanya leleran purulen dari vagina
- terjadi
peradangan pada ambing, bengkak, panas dan memerah (Taylor,2004)
terus yang paling penting nih...penanganan !!!
Penanganan
bagi induk :
1. Pemberian
oxytocin 30-50 IU secara intra muscular atau subcutan. Pemberian oxytocin ini
bertujuan untuk menginisiasi milk let down.
2. Pemberian
estrogen (misalnya estradiol benzoate), bertujuan untuk menaikkan prolaktin
dari pituitary sehingga meningkatkan produksi susu.
emberian oxytocin dan
estrogen secara bersamaan:
Oksitosin merangsang
otot polos uterus dan kelenjar mamae. Membran sel otot polos terpolarisasi.
Penurunan potencial membran selalu menyertai kontraksi uterus. Hubungan dengan
pemberian estrogen yaitu estrogen dalam tubuh cukup maka oksitosin dapat
bekerja dengan optimal untuk kontraksi uterus untuk mengeluarkan cairan pululen
dalam uterus akibat metritis. Begitu juga pada kelenjar mamae. (Syarif, 1980)
3. Pemberian
corticosteroid dengan interval 12-24 jam, tujuan dari pemberian ini adalah
untuk mengurangi keradangan.
4. Pemberian
antibiotik, sebaiknya dilakukan uji sensitivitas untuk menentukan jenis
antibiotik yang tepat sesuai dengan agen penyebabnya.
sudah sampai sini saja teman...yang aku tahu sampai segini jika ada yang lebih cool bisa share juga bro hahaha...bye-bye